About

Jumat, 29 April 2016

Fakta dan bukti karya anak negeri tak dihargai pemerintah

 Fakta dan bukti karya anak negeri tak dihargai pemerintah





Pasca krisis ekonomi tahun 1998, perkembangan industri dan teknologi baru di Indonesia tergolong lambat. Peneliti senior Core Indonesia Mohammad Faisal menyebutkan, Vietnam lebih dahulu berkembang dan melampaui Indonesia.
"Kita sudah lama kalah dengan Vietnam. Angkatan kita itu Malaysia, Filipina, Thailand yang sama sama membangun di industri. Kita berhenti di tengah," kata Faisal, Rabu (27/4).
Menurut Faisal, salah satu penyebabnya adalah minimnya dana riset dan apresiasi pemerintah terhadap riset-riset teknologi industri. Industri perlu didukung dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. "Kita lambat di bidang transfer teknologi, riset dan sains. Satu karena budget rendah, dua karena apresiasi pemerintah kurang," imbuhnya.
Selama ini riset yang selesai dikerjakan kurang mendapat perhatian. Pemanfaatannya hanya untuk koleksi perpustakaan saja. Padahal di luar negeri, peneliti sengaja dibiayai mahal dan hasilnya digunakan untuk pengembangan industri.
"Contohnya di Australia tentang pembiayaan riset tempe. Hasilnya dipakai oleh institusi, patennya dia pegang, bukan si peneliti," jelasnya.
Selain dana, yang perlu diperhatikan adalah soal paradigma dan pemberian apresiasi. Jangan sampai orang-orang kreatif justru di tekan agar tidak berkembang. Oleh sebab itu, harus ada peran dari pemerintah, untuk menghubungkan para peneliti dengan pelaku usaha.
"Misalnya beberapa waktu yang lalu kan ada mobil listrik. Tapi itu tidak mendapat apresiasi, malah diintimidasi karena kepentingan politik," pungkasnya.
Pemerintah sendiri sudah berupaya menaikkan anggaran untuk pendidikan, termasuk di dalamnya lembaga riset. Anggaran tahun 2016 untuk fungsi pendidikan 2016 sebesar Rp 424,8 triliun atau naik Rp 42,7 triliun dari tahun lalu.
Sebenarnya, ada beberapa bukti kalau pemerintah masih kurang mengapresiasi produk anak negeri. Merdeka.com mencoba merangkum beberapa di antaranya, berikut penjelasannya.



1. Mobil Listrik Dahlan Iskan
Salah satu produk anak negeri yang terbukti kurang dihargai pemerintah adalah mobil listrik. Dahlan Iskan, adalah salah satu tokoh yang sangat ingin mengembangkan mobil listrik di Indonesia namun tidak berhasil hingga saat ini.
Saat menjabat sebagai Menteri BUMN, Dahlan membuat banyak tipe mobil listrik, salah satunya Ahmadi yang dibuat langsung oleh Dasep Ahmadi. Spesifikasi mesin Ahmadi tidak jauh bila dibandingkan mobil merk Hyundai AtoZ. Dahlan mengaku bahwa mobil ini memerlukan investasi sekitar Rp 200 hingga Rp 300 juta per unit.
Mobil ini mempunyai kapasitas baterai 21 kilo watt (kW) dengan jarak tempuh 130 kilo meter sekali setrum hingga penuh. Batere tersebut disinyalir tahan selama 7 tahun atau 2.000 kali setrum. Untuk satu unit mobil, dibutuhkan baterai seharga Rp 50 juta.
Dahlan sangat bangga bisa mengendarai mobil listrik ini. "Bagus, saya nyaman pakainya," kata Dahlan waktu itu.
Meski demikian, nasib mobil Ahmadi saat ini sangat menyedihkan. Bahkan, penciptanya yaitu Dasep Ahmadi ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan Kejaksaan Agung.
Medio Juli tahun lalu, Kejaksaan Agung menahan rekanan pengadaan 16 mobil elektrik yang menjabat Direktur PT Sarimas Ahmadi Pratama berinisial Dasep Ahmadi. Dasep ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung untuk 20 hari ke depan demi kepentingan penyidikan.
"Tersangka ditahan selama 20 hari dari 28 Juli sampai 16 Agustus 2015 di Rumah Tahanan Negara Salemba Kejagung sebagaimana Surat Perintah Penahanan Nomor : Print-73/F.2/Fd.1/07/2015, tanggal 28 Juli 2015," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Tony Tribagus Spontana, Rabu (29/7/2015).
Semula penyidik berencana memeriksa tersangka namun tidak didampingi kuasa hukumnya hingga akhirnya ditahan sampai 20 hari ke depan. Dalam kasus tersebut, Kejagung telah menetapkan dua tersangka berinisial AS, Direktur Utama Perikanan Indonesia, dan Dasep Ahmadi Direktur PT Sarimas Ahmadi Pratama.
Kasus tersebut terkait pengadaan 16 mobil jenis Electric Microbus dan Electric Executive Car pada PT BRI (Persero) Tbk, PT Perusahaan Gas Negara, dan PT Pertamina (Persero).
Pada hari yang sama, penyidik memeriksa Arta Sarsena, Deputi GM Company Affair & Internal Audit PT Hino Motor Sales Indonesia, Ajeng, Staf PT. Sarimas Ahmadi Pratama dan Mariyono, Koordinator Mesin PT Sarimas Ahmadi Pratama.
Saksi ditanyakan oleh penyidik terkait kronologis pekerjaan 16 unit Mobil Jenis Electric Microbus dan Electric Executive Car oleh PT. Sarimas Ahmadi Pratama sebagai kendaraan operasional guna mendukung operasional Konferensi Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) atau Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik di Bali pada Tahun 2013.
Untuk mengetahui kebenaran atas asal usul kendaraan mobil jenis Electric Microbus yang berasal atau dikeluarkan oleh PT. Hino Motor Manufacturing Indonesia.


 2.Mobil Listrik Ferrari
    Mimpi Dahlan Iskan sewaktu menjabat Menteri BUMN untuk menciptakan mobil listrik tak berhenti di Ahmadi. Dahlan bahkan memanggil Putra Bangsa yang berada di Amerika yaitu Danet Suryatama untuk membuat mobil listrik kelas atas di Tanah Air.
Pada awal Januari 2013, Danet memutuskan untuk kembali ke Tanah Air bersama sang istri dari Amerika Serikat. Danet telah mengajukan proposal kepada Menteri BUMN Dahlan Iskan untuk mengembangkan mobil listrik nasional. Danet bersama lima putra bangsa lain disebut Dahlan sebagai lima putra petir.
Berbeda dengan Dasep Ahmadi, Danet mengembangkan mobil listrik kelas eksekutif yang disebut sekelas Ferrari dengan harga sekitar Rp 1,2 miliar. Modalnya tak jauh-jauh, Danet mengaku merogoh koceknya sendiri untuk membuat prototype mobil dengan merek Tucuxi tersebut.
Namun, betapa kecewanya dia, saat tahu Dahlan mengembalikan mobil itu ke Yogyakarta setelah Dahlan melakukan peluncuran tak resminya di Senayan akhir tahun lalu. Alih-alih dikembalikan kepada Danet, Dahlan malah meminta pihak Kupu Kupu Malam untuk membongkarnya. Tak hanya itu, pihak Kupu Kupu Malam malah meminta insinyur dari Universitas Gadjah Mada (UGM) untuk membongkar Tucuxi.
Saat berbincang dengan merdeka.com, Danet mengaku tak keberatan jika mobil tersebut dibongkar karena Dahlan memang telah membeli mobil tersebut. Sayangnya, Danet mengaku telah ada perjanjian antara Danet dengan Kupu Kupu Malam. Dalam perjanjian tersebut, tim Danet membuat bagian mesin sementara Kupu Kupu Malam bertanggungjawab untuk pembuatan body.
Danet bahkan mengaku telah mengirimkan keluhannya kepada Dahlan melalui surat elektronik. Sayangnya, Dahlan tak membalas surat tersebut. Bahkan, saat dikonfirmasi oleh wartawan, Dahlan enggan berkomentar. Dia merasa mobil listrik tersebut sudah menjadi propertinya.
Hal yang berbeda terjadi dengan Dasep Ahmadi. Dasep yang membuat mobil listrik kelas menengah tersebut selalu mendampingi Dahlan ketika dia memakai Ahmadi. Bahkan, saat Ahmadi mogok pun, Dahlan langsung memanggil Dasep untuk kembali membongkar mesinnya.
Setelah peristiwa ini, Danet dikabarkan kembali ke Amerika dan sangat sulit untuk dihubungi. Surat elektronik dari merdeka.com juga tak pernah dibalas Danet.


Sumber: www.merdeka.com

0 komentar:

Posting Komentar